Monday 17 October 2022

, ,

Ingin Lebih Bahagia? Tinggalkan 12 Kebiasaan Ini!

Tulisan ini bukan murni tentang isi pikiran saya. Beberapa waktu yang lalu, saya baca artikel di enterpreneur.com yang membahas tentang ini, hal-hal yang bikin kita kadang sulit untuk bahagia. Saya pikir, sepertinya menarik deh kalau saya tuangkan di sini, selain untuk berbagi, juga untuk pengingat buat saya di kala menghadapi hari-hari yang menyebalkan.

Jadi, artikel ini memang didasari oleh penelitian yang dilakukin oleh Dr. Sonja Lyubomirsky, seorang profesor di bidang psikologi yang sering disebut "Queen of Happiness" oleh orang-orang di sekitarnya, karena beliau selalu bersemangat dan tak pernah berhenti mempelajari soal "kebahagiaan". Menurutnya, kebahagiaan itu dipengaruhi oleh beberapa hal, 50% dari genetik, 10% dari keadaan, 40% dari individu masing-masing (kebiasaan, sikap, pandangan hidup). Jadi intinya, sebetulnya kita punya andil yang cukup besar untuk menentukan kebahagiaan kita sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles, "happiness depends upon ourselves".


Maka dari itu, dengan mengubah kebiasaan, sikap, dan pandangan hidup kita, kita punya kesempatan yang juga besar untuk mencapai kebahagiaan yang kita inginkan. Contohnya ini, yang akan saya bahas, ada beberapa kebiasaan, sikap, dan pandangan hidup yang sebetulnya menghambat kita untuk menjadi seorang yang berbahagia, yaitu :

1. Immunity to Awe (Tidak Mudah Kagum/ Terpesona)

Perasaan kagum atau terpesona ini mengingatkan kita, bahwa kita bukanlah pusat dari alam semesta. Kekaguman mendatangkan inspirasi, memahami kalau kehidupan itu luar biasa, dan kita bisa berkontribusi di dalamnya. 

2. Isolating Yourself (Mengisolasi Diri Sendiri)


Meskipun gak semua orang menikmatinya, bersosialisasi sebetulnya dapat membuat mood menjadi lebih baik. Banyak penelitian yang menunjukkan itu, bahwa menarik diri dari lingkungan justru malah membuat diri cenderung tidak bahagia. Maka dari itu, paksakan diri untuk keluar dan bersosialisasi, dan rasakan bedanya. Ini sebetulnya juga PR buat saya yang lebih senang ngamar dari pada harus terbang sana sini bersosialisasi, karena rasanya sungguh menguras energi. Tapi sebetulnya, dengan orang-orang yang tepat, bersosialiasi ternyata gak semelelahkan itu, justru beberapa kali saya malah mendapatkan insight dan pengalaman baru hanya melalui cerita dari orang lain. Jadi, mungkin untuk poin ini memang harus pilih-pilih juga ya, gak semua situasi sosial bisa membuatmu merasa bahagia.

3. Blaming and Controlling (Menyalahkan dan Mengontrol)

Menyalahkan orang lain berarti mempercayai bahwa kita tidak punya kontrol terhadap hidup kita. Tapi merasa selalu memiliki kontrol atas kehidupan ini, juga tidak akan membuat hidup bahagia. Poin ini sedikit banyak mengingatkan saya dengan dikotomi kontrol, yaitu menyadari dan menerima dengan lapang dada bahwa ada hal-hal yang bisa kita kontrol, namun juga banyak hal yang tidak bisa kita kontrol. Fokus pada hal-hal yang bisa kita kontrol, yang menyangkut diri sendiri. Hal-hal di luar diri sendiri, khususnya tentang orang lain, tidak perlu dipikirkan. Menganggap bahwa kita punya kontrol atas orang lain hanya akan membuat kita kecewa dan tidak bahagia.

4. Criticizing (Mengkritik)

Terkadang, memberikan kritik itu menyenangkan, tapi setelah melakukannya, ada perasaan bersalah yang gak nyaman dirasakan. Mungkin sesekali, untuk hal yang memang perlu, tidak masalah. Tapi, jika terlalu sering melakukannya, akan memberikan efek yang tidak baik untuk kita. Seorang sociopath justru mendapatkan kesenangan ketika melakukannya. Tapi untuk kita (yang kuharap bukan sociopath), mengkritik orang lain hanyalah tabiat buruk yang dilakukan dalam rangka membuat diri sendiri merasa lebih baik, padahal sebenarnya tidak. 

5. Complaining (Mengeluh)

Mengeluh bisa menjadi terapi saat menghapi hal-hal yang mengganggu, tapi jika dilakukan terlalu sering justru akan memicu ketidakbahagiaan. Mengeluh hanya akan membuat keyakinan yang negatif, tentang diri sendiri, tentang kehidupan. Menjadikan mengeluh sebagai sebuah kebiasaan, membuat kita cenderung menyalahkan keadaan dan menghambat kita untuk berkembang.

6. Impressing (Membuat Orang Kagum)

Dikagumi oleh orang lain memang menyenangkan. Tapi, melakukan sesuatu hanya dengan niat membuat orang kagum tidak akan memberikan kita kebahagiaan yang murni. Selalu mencoba membuat orang lain kagum gak akan membuat kita bertemu dengan orang-orang yang betul-betul menyukai kita apa adanya. Jadi, coba ganti motivasinya. Jangan melulu ingin dipuji, ingin dapat banyak "jempol", ingin dapat banyak "hati", tapi lakukanlah karena itu adalah sebuah kebaikan yang dilakukan untuk diri kita sendiri. 

7. Negativity (Bersikap Negatif)


Hidup memang gak selalu berjalan sesuai dengan yang kita inginkan, tapi dibanding mengeluh dan menyalahkan keadaan, lebih baik menghitung hal-hal yang dapat kita syukuri. Menurut penelitian, pemicu ketidakbahagiaan terbesar adalah pesimistis. Selain merusak mood, ini juga akan membentuk yang namanya "self fulfilling prophercy", ketika selalu berekspektasi akan hal buruk, kita justru akan cenderung terbiasa mengharapkan hal buruk terjadi. Kalau kalian mempercayai yang namanya law of attraction, mungkin dari sekarang lebih baik untuk berpikir yang positif-positif saja. Lagipula, seperti yang SERING BANGET saya baca di buku manapun, dari sejuta pikiran negatif, mungkin hanya 1% saja yang betul-betul terjadi. Jadi, buat apa lelah menampung 99% lainnya?


I know I know. Talk is cheap, dulu juga saya termasuk orang yang sering berpikiran negatif juga kok, sering banget, hampir setiap menitnya mungkin. Tapi, kan ada yang namanya belajar.

8. Hanging Around Negative People (Bergaul dengan Orang Negatif)

Orang-orang negatif ini biasanya menginginkan orang lain untuk bergabung dengan "dunia pikiran negatif" mereka, hanya supaya mereka merasa lebih baik. Hati-hati mendengarkan cerita orang-orang ini. Jangan sampai yang tadinya kita hanya bersimpati mendengarkan kisah mereka, malah berujung tenggelam juga ke dalam pikiran negatif mereka. Lebih baik banyak-banyakin bergaul dengan orang-orang yang memberikanmu inspirasi. Ingat pepatah Rasul yang bilang untuk bergaul dengan penjual minyak wangi, "karena ia tidak akan merugikanmu, kau bisa membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat baunya". 

9. Comparing Your Own Life to The Lives People Potray on Socmed (Membandingkan Hidup Sendiri dengan Hidup Orang Lain yang Ditampilkan di Social Media)

Ini kayaknya udah pada paham ya. Kita semua mencari 1 foto dari ribuan foto yang ada di gallery untuk diupload di social media. 1 foto gak akan bisa mewakilkan perjalanan hidup seseorang. Kita gak pernah tau apa yang telah terjadi dibaliknya. Social media adalah tempat untuk berbagi hal-hal menyenangkan dan indah, tentu saja itu yang akan kalian liat. 

Saya pernah membaca penelitian juga soal ini, penelitian Facebook. Setengah partisipan bermain Facebook seperti biasa selama seminggu, sedangkan setengahnya lagi tidak bermain sama sekali. Hasil penelitiannya di akhir minggu menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak bermain Facebook selama seminggu memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi dan angka kesedihan yang rendah. Sedangkan untuk setengah partisipan yang bermain Facebook,55%, lebih dari setengahnya menunjukkan lebih mudah stress. Ingat selalu teman-teman, socmed rarely represent reality. Bahkan foto jelek pakai kamera jadulpun bisa menjadi indah dengan filter yang tersedia. Andaikan ada filter di kehidupan nyata ya. 

10. Neglecting to Set Goals (Mengabaikan Tujuan Hidup)

Tuhan ngasih kita harapan dan kemampuan untuk mengejar masa depan yang lebih baik. Tanpa tujuan, tanpa cita-cita, kita gak akan belajar, kita gak akan bergerak maju. Hanya diam, terseok-seok sambil bertanya-tanya tentang nasib yang gak juga berubah. Saya bersyukur karena gak pernah mendapatkan dialog semacam "liat tuh si Santi anak Bu RT udah jadi apa", tapi justru intimidasi datang dari mereka sendiri. Ibu dan Bapak yang ambisius bahkan di usia mereka yang sudah tidak lagi muda, kakak yang penuh dengan prestasi, dan adik yang diam-diam udah punya banyak karya. Rasanya, kalau saya hanya leyeh-leyeh, belanja minta uang ke suami, kok ya kayak bukan anak Bu Rini dan Pak Pram, gitu loh.

Meskipun kamu sama seperti saya, seorang ibu rumah tangga tak berpenghasilan banyak, coba lakukan hal-hal yang menjadi minatmu selama ini. Banyak sekali role model di luar sana yang sibuknya luar biasa, menjadi IRT atau wanita karir sekaligus dagang, jadi dosen, mana anaknya gak cuma satu lagi. Jadi kalau bilang, impian terhambat karena punya anak, itu mungkin ada managemen waktu yang perlu dibenahi. Ibu-ibu itu luar biasa hebat kok, saya yakin pasti bisa. Kebetulan, saya kemarin nonton film Netflix yang berjudul "Look Both Ways", kita akan memahami kalau impian selalu bisa diraih, dengan atau tanpa anak, meskipun situasi dan timelinenya akan terasa berbeda.

11. Giving in To Fear ( Mudah Takut)

Ketakutan hanyalah imajinasi saja. Rasa takut adalah pilihan. Apa yang kita takutkan, belum tentu terjadi. Orang-orang yang bahagia, mereka paham soal itu. Mereka ketagihan akan euforia perasaan saat berhasil menaklukan rasa takut. Ada kutipan tentang rasa takut, yang saya suka,


"What's the worst thing that can happen to you?
Will it kill you?
Yet, death isn't the worst thing that can happen to you.
The worst thing that can happen to you is..

Allowing yourself to die inside, while you're still alive"

12. Leaving The Present (Mengabaikan Masa Sekarang)

"No amount of guilty can change the past
No amount of anxiety can change the future"
Maka dari itu, untuk bahagia, fokuslah pada apa yang terjadi saat ini. Menerima apa yang telah terjadi di masa lalu dan menerima ketidakpastian akan masa depan, gak perlu mengharapkan sesuatu yang gak penting pada diri sendiri.

"Worrying is like paying a debt you don't owe", katanya. Bener juga ya?

Ada dua belas poin, beberapa poin belum saya tinggalkan, pantas aja selalu merasa ada yang kurang. Tak apa, hidup adalah ruang untuk belajar, selama masih hidup, selama itu jugalah kita belajar. 

Continue reading Ingin Lebih Bahagia? Tinggalkan 12 Kebiasaan Ini!

Friday 7 October 2022

, ,

REVIEW BUKU : Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura - Rusdi Mathari

Menjadi Pintar, Bodoh Saja Tak Punya. Sejak awal saya melihat judul buku ini, rasa penasaran langsung muncul. Ini buku apa sih? Kisah Sufi dari Madura, katanya. Belum lagi, covernya yang bergambar seorang laki-laki yang wajahnya ketutupan peci, seperti ada pesan di baliknya. Maka, tanpa pikir panjang, buku ini masuk dalam daftar belanjaan saya bulan lalu.

Pada akhirnya, setelah beberapa minggu berkutat dengan buku ini, saya menutup halaman terakhir dengan senyum dan sedikit perasaan yang gak nyaman, karena merasa tersindir dengan semua yang ada di dalamnya. Pengalaman membaca buku kali ini akhirnya ingin saya tuangkan di sini, selain untuk pengingat bagi saya, saya juga ingin membagikannya pada teman-teman di sini, karena banyak juga yang meminta reviewnya pada saat saya upload buku ini di story Instagram. 

Review Sinopsis Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

Buku ini mulanya adalah tulisan berseri selama dua tahun di situs web Mojok.co. Sejak kali pertama tayang, kisah sufi dari Madura bernama Cak Dlahom ini segera digemari. Dibaca lebih dari setengah juta pemirsa Mojok.co. Serial Cak Dlahom ini mengisahkan kejadian sehari-hari di sebuah desa di Madura. Sentra kisah ialah Dlahom, duda tua yang hidup sendiri di sebuah gubuk dekat kandang kambing milik Pak Lurah. Tingkah lakunya memang berbeda dari orang-orang di kampung Ndusel.  Berteriak-teriak, lari mondar-mandir, cekikikan sendiri, bercengkrama dengan benda mati, nangkring di kuburan. Orang-orang maklum. Anak-anak menertawakannya. Mereka semua menganggap Cak Dlahom sedang kumat dan tak memedulikannya. Hanya beberapa orang yang menganggap Cak Dlahom istimewa, di antaranya Mat Piti dan anaknya, Romlah. Mereka selalu menganggap bahwa di balik kelakuan Cak Dlahom itu, pasti ada sesuatu yang mengusiknya. 

Dalam buku ini, ada 30 cerita, 30 perenungan dan pelajaran yang pada awalnya adalah keresahan-keresahan yang dirasakan oleh Cak Dlahom. Misalnya bab yang bercerita tentang istri Bunali dan Sarkum, anaknya. Istri Bunali bekerja sebagai pembantu di rumah Pak Lurah, orang terkaya di kampung itu, yang melakukan umroh sesering ia pulang kampung. Suatu hari, seisi kampung digegerkan dengan berita bahwa istri Bunali meninggal gantung diri di rumahnya. Istri Bunali sudah lama menjanda. Upah pembantu di kampung tidak cukup untuk menutup kebutuhan hidupnya dan anaknya. Sarkum pun sudah 2 tahun tidak bersekolah karena ibunya tak sanggup mebiayai. Karena hutangnya di warung menumpuk, ibu-ibu di kampung sering membicarakannya. Mereka kemudian tahu, istri Bunali sakit-sakitan, tapi omongan tentang istri Bunali tak berhenti. Berhari-hari sampai berbulan-bulan, tak seorangpun dari mereka menjenguk istri Bunali ataupun mencari tahu keadaannya, hingga akhirnya janda itu ditemukan mati gantung diri di kusen pintu rumahnya. Sarkum yatim piatu.

Selepas kejadian itu, Cak Dlahom merintih terus menerus berkata, "Ampuni aku, ya Allah... ampuni orang-orang itu..", begitu terus hingga keesokannya orang-orang melihat ia menggotong karung ke halaman masjid, menumpahkan isinya, pergi lagi, lalu datang kembali menggendong karung, menumpahkan isinya, kemudian pergi lagi. Begitu seterusnya. Orang-orang mulai berdatangan dan melihat aksi janggal Cak Dlahom yang ternyata menumpahkan tanah dari kuburan istri Bunali. Pak RT mencoba menegur Cak Dlahom, bertanya apa maksudnya. Dan ini adalah sepenggal dialog antara Pak RT dan Cak Dlahom,         


"Cak, itu tanah kuburan untuk apa dibawa kemari?"

"Tidakkah masjid ini butuh sumbangan untuk diperluas, Pak RT?"

"Iya, tapi tidak butuh tanah, Cak..."

"Jadi butuhnya apa? Sumbangan uang? Sumbangan semen? Sumbangan besi? Kayu?.... Tanah ini dari kuburan janda Bunali. Dia menitip pesan agar tanah kuburnya disumbangkan ke masjid agar masjid ini bisa megah. Lalu apakah kita akan menolaknya?"

"Bukan begitu, Cak. Kami tak butuh tanah. Apalagi tanah makam. Untuk apa?"

"Agar masjid ini bisa diperluas, Pak RT. Agar kita bisa bangga punya masjid besar dan megah."

"Masjid kita sudah jelek, Cak. Perlu direnovasi..."

"Betul, Pak RT. Merenovasi masjid kini menjadi lebih penting ketimbang memperbaiki dan memperbagus kelakuan. Umat sekarang diajak lebih tergantung pada masjid ketimbang masjid yang tergantung pada umat. Diajak aktif membangun masjid, tapi membiarkan orang-orang seperti istri Bunali terus tak berdaya lalu mati. Diajak rela menyodorkan sumbangan ke mana-mana untuk membangun masjid, tapi membiarkan Sarkum anak Bunali tidak bersekolah dan kelaparan. Kita bahkan tidak menjenguknya. Tidak pernah tahu keadaan mereka. Lalu apa sesungguhnya arti masjid ini bagi kita? Apa arti kita bagi masjid ini?"

Mata Cak Dlahom menatap tajam orang-orang yang mengerubunginya. Semuanya menunduk, termasuk Park RT. Pak RT mewakili orang-orang kampung meminta maaf pada Cak Dlahom karena sudah abai. Lalu Cak Dlahom menjawab,

"Sampean tidak salah, Pak RT. Kita semua yang abai. Kita semua yang abai. Kita semua yang salah. Kita lebih sibuk datang ke masjid ketimbang sibuk mengunjungi orang-orang miskin seperti istri Bunali. Kita rajin berdoa di masjid, lalu merasa bertemu dengan Allah. Padahal ketika Allah kelaparan, kita tidak pernah memberi makan. Allah sakit, kita tidak menjenguk...",

"Hati-hati bicara, Cak." Dullah menciba menegur Cak Dlahom. Dia merasa Cak Dlahom sudah kelewatan, tapi yang ditegur malah bertambah ngoceh.

"Kenap, Dul? Apa kamu sudah lupa kitab-kitab yang diajarkan di pesantren? Apa kamu kira aku akan mengatakan Allah yang sakit? Allah yang lapar? Kamu sebetulnya tahu yang aku maksud bukan itu, tapi Allah yang selalu berada di sisi orang-orang yang sakit, berada di dekat orang-orang yang miskin. selalu menemani orang-orang yang kalah dan dikalahkan. Tapi kita? Kita terus membangun masjid. Terus berdoa di masjid. Terus mengurus diri sendiri, dan tidak segera menjumpai Allah pada orang-orang itu. Kenapa, Dul?"

Semua terdiam.

"Ampuni aku ya Allah, ampuni orang-orang ini..."

Cak Dlahom sesenggukan. Orang-orang keheranan. Baru kali itu mereka melihat Cak Dlahom menangis.

Dalam keseharianya, celotehan Cak Dlahom seringkali tak diindahkan orang-orang, dianggap celoteh orang tak waras. Namun sebetulnya, apa yang Dlahom lakukan adalah berkomentar mengenai subtansi ibadah, yang membuat para tetangganya merenungkan ulang pemahaman mereka atas agama Islam. Nama Dlahom sendiri diambil dari diksi Jawa Timur yang kira-kira artinya "agak bodoh". Kata bodoh mungkin bisa menjadi kunci atas refleksi Cak Dlahom sendiri mengenai pengetahuan manusia atas agama dan Tuhan.  

Bab per babnya punya cerita yang berbeda namun inti yang sama, yaitu satir terhadap kehidupan beragama kebanyakan masyarakat kita. Ini ngeri sih, menyadari kembali bahwa buku bisa sangat efektif masuk ke dalam kepala dan juga hati. Kalau boleh digambarkan, membuka halaman pertama buku ini seperti menyerahkan laporan skripsi pada pembimbing, membacanya seperti dicecar oleh pertanyaan mematikan para penguji, dan menutup halaman terakhir buku ini seperti melihat kembali skripsi saya dengan banyak coretan dan revisi yang harus dikerjakan. I need Cak Dlahom in my life. We all need him.

Continue reading REVIEW BUKU : Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura - Rusdi Mathari