Tuesday 7 January 2020

CORETAN MAMANIS : Jadi Begini Rasanya Melahirkan Tuh..

Sebelumnya saya sudah cerita mengenai betapa beratnya hamil trimester akhir di postingan sebelumnya (Baca : Coretan Mamanis: Kencan 9 Bulan dengan Baby Al). Seenggaknya, itu yang saya rasakan, karena banyak teman saya yang justru sangat menikmati hari-hari menjelang persalinan karena gak sabar ketemu baby. Alasannya, ya itu tadi, pikiran-pikiran nakal yang sering menghantui. Memperbanyak referensi ataupun mendengar pengalaman orang lain yang sudah pernah melahirkan, bukannya membuat saya lebih siap, justru sebaliknya. Gimana enggak, rata-rata orang-orang cerita tentang betapa sakitnya melahirkan. Akun-akun parenting di instagram juga gak jarang mengupload konten melahirkan, bahwa sakitnya melahirkan sudah di luar batas toleransi sakit manusia. Haduuh.. kalau inget-inget itu kadang saya ingin report akun itu. Intinya, terlalu banyak vibe negatif yang orang bicarakan tentang melahirkan. Makanya, saya selalu menghindari pertanyaan "gimana rasanya melahirkan?" pada teman-teman yang baru saja melahirkan. Tentu saja, saya masih beranggapan bahwa informasi tentang melahirkan itu penting, hanya saja saya gak ingin informasi yang saya dapatkan justru bikin saya gak menikmati kehamilan tua saya.


Sampai pada akhirnya, saya mendengarkan cerita pengalaman melahirkan salah satu selebgram, Annisa Azizah, istrinya Raditya Dika. Di akun youtubenya maupun youtube Radit, mereka sering sharing perjalanan kehamilannya Annisa, sampai akhirnya Annisa berhasil melahirkan seorang putri mungil yang cantik. Informasi yang ia bagikan setelah ia melahirkan, sangat-sangat membantu, apalagi Annisa ini punya mental yang mirip-mirip sama saya. Jadi, usahanya untuk menghilangkan ketakutan melahirkanpun betul-betul related dengan apa yang saya rasakan.

Berbeda dengan kebanyakan orang, Annisa menceritakan pengalaman melahirkannya dengan sangat-sangat positif. Dari awal memang kelihatan sih, kalau dia menghindari vibe negatif. Dia gak mau perempuan di luar sana jadi takut melahirkan, takut punya anak. Pilihan katanya lebih enak di dengar, cara berceritanya tenang, gak meringis, geleng-geleng kepala sambil 'beraduh-aduh' seperti yang biasanya saya dapatkan dari orang lain. Annisa dan Radit juga banyak berbagi informasi yang mereka dapatkan dari kelas persiapan persalinan yang telah mereka ikuti, bahwa tubuh perempuan memang sudah "didesign" sedemikian rupa oleh Tuhan, agar perempuan dapat melahirkan, juga bahwa bayipun mencari "jalan keluar"nya sendiri. Jadi jangan beranggapan hanya ibu yang melahirkan, ibu yang bersusah payah mengeluarkan bayi, tapi ternyata bayipun berusaha untuk keluar dari perut ibu. Begitu banyak informasi yang mereka bagikan, membuat saya lebih tenang dan lebih siap menghadapi persalinan.

Akhirnya, hari berganti hari. Kadang-kadang ibu tidur di kamar saya, karena beliau tau saya sering begadang karena sulit tidur sendiri. Sampai suatu malam, tanggal 11 Oktober 2019, pkl 22:00, saya masih mengobrol via WA dengan sahabat saya, si Markonah. Markonah ini adalah orang yang banyak membantu saya untuk bisa tidur di malam hari. Dia satu-satunya yang bisa saya ajak ngobrol dari jam 22:00 sampai jam 03:00, karena memang jam 03:00 adalah jadwal tidurnya. Kala itu, seperti biasa kami ngobrol via WA. Topiknya selalu random, tapi malam itu kami membahas masalah relationship, terus pindah ke Justin Bieber yang terciduk lagi berenang di sungai (atau danau?), sampai ke bahasan serius tentang materi EOTS (Essay On The Spot) yang sedang dia pelajari untuk keperluan beasiswa S2 nya.

Pukul 23:50, saya sudah mulai mengantuk. Sebelum tidur saya memang selalu ke WC untuk pipis, biar kalau tidur gak kebangun-kebangun karena kebelet. Saat saya kembali ke kamar, tiba-tiba air mengalir dari paha sampai ke lantai. Saya sempat berpikir kalau saya ngompol. Tapi kan, saya baru pipis, lagipula, saya gak ngerasa kebelet dan pipis. Gak mikir apa-apa, saya langsung lap air -yang saya gak tau itu apa- dengan tissue. Kaget, karena saya lihat di tissue, ternyata cairan tadi berwarna pink. Wah, ini sih kayaknya air ketuban, dalam hati saya.

Masih tenang, saya ke lantai 1, memanggil ibu dan bapak kalau tampaknya air ketuban saya sudah mulai merembes. Saya memang gak merasakan mulas yang dahsyat, mulesnya masih level unyil, level 1 lah, tapi saya punya feeling kalau Baby Al gak lama lagi akan lahir. Di perjalanan menuju rumah sakit, rasa mulasnya naik 1 tingkat dengan durasi yang lebih sering. Bagi saya yang punya PCOS, mudah untuk menahan rasa mulasnya, belum apa-apa jika dibandingkan dengan sakit yang saya rasakan saat mensturasi. Sesampainya di rumah sakit, saya juga masih bisa jalan dengan santai, sampai-sampai satpamnya heran waktu saya bilang mau melahirkan, "Emang Mbaknya lagi hamil? mau ngelahirin? kok gak keliatan kaya orang mau ngelahirin?"

Saya langsung diarahkan ke IGD untuk memastikan cairan yang sebelumnya keluar. Betul saja, setelah dicek, ternyata air ketuban saya sudah merembes dan saya sudah memasuki pembukaan 3. Saya langsung dibawa ke ruang bersalin. Karena RS Grha Bunda ini termasuk rumah sakit baru, ruang bersalinnya sangat-sangat nyaman, gak seram seperti yang saya bayangkan. Setelah mengganti baju memakai baju bersalin, suster datang untuk melakukan EKG atau pemeriksaan detak jantung pada Baby Al. Selama kurang lebih 20 menit, hasilnya detak jantuk Baby Al flat dan hanya muncul 1x gerakan.

"Bu, detak jantung baby nya flat dan gerakannya pasif sekali. Oleh karena itu, kami akan memasang infus, dan ibu juga disarankan banyak makan yang manis-manis. 5 jam setelah diinfus, berarti jam setengah 7, nanti akan kami cek lagi detak jantung dan gerakannya, kalau memang masih pasif akan kami lakukan induksi, dan kalau dengan induksi pun tidak mempan, maka jalan terakhirnya operasi caesar."

Penjelasan suster yang panjang dan tanpa jeda itu cuma saya iya iyain aja, walaupun sebenarnya dalam hati saya deg-degan. Saya pikir saya akan melahirkan dengan santai, tanpa masalah ina inu. Tapi, ya apa boleh buat, yang penting Baby Al sehat dan selamat.

Pukul 01:30, suster mulai memasang infus, Bapak membawakan kurma, roti, dan cemilan-cemilan manis dari rumah. Suster bilang, kalau saya lebih baik tidur, menyiapkan tenaga untuk nanti lahiran. Ia akan datang lagi pukul 06:30, untuk melakukan EKG. Baru saja saya memutuskan untuk tidur, kok rasa mulasnya makin naik rasanya ya. Saya pikir, wah mungkin pembukaannya makin besar, mungkin jam 06:30 pagi nanti saya bisa langsung lahiran. Akhirnya saya mencoba tidur, meskipun sulit. Saya sempat mengoles Young Living Essential Oil Stress Away di pergelangan tangan, mencoba untuk tetap rileks dan tenang.

Baru 5 menit tertidur, saya terbangun karena mulas yang semakin terasa. Balik kanan, balik kiri, mencari posisi tidur yang enak. Ibu yang melihat saya gelisah, terus mengusap-usap punggung saya, dan memang betul, sentuhan-sentuhan fisik menjelang dan saat persalinan, sangat membantu menenangkan dan meredakan sakit yang dirasakan. Sebetulnya bukan rasa sakit yang saya rasakan, tapi ya mulas, seperti ingin pup. Menahan pup adalah satu hal yang mudah, tapi masalahnya adalah, saya dilarang mengejan sebelum diinstruksikan oleh dr. Leri. Selain itu, saya masih ingat kalau saya baru akan diperiksa kembali pukul 06:30, masih 4 jam lagi. Saya semakin gelisah, apa bisa saya menahan rasa mulas ini selama 4 jam? Saya juga membayangkan, kalau pembukaan 3 aja mulesnya udah gini, gimana pembukaan-pembukaan selanjutnya? Berkali-kali saya melapor pada suster, kalau saya mulas dan rasanya ingin mengejan. Suster selalu merespon dengan kata-kata yang sama, "Iya Bu, melahirkan memang begitu. Tahan ya. Ibu tidur aja dulu, tadi kan baru pembukaan 3, mungkin nanti pagi pembukaannya sudah naik."

Waduh, boro-boro mau tidur. Buat diam terlentang aja saya gak bisa tenang, gelisah nahan untuk gak mengejan. Sampai akhirnya saya bilang ke ibu kalau saya benar-benar gak tahan untuk mengejan, takut tiba-tiba bayi keluar. Akhirnya Ibu bilang sama suster dan bidan jaga -karena dr. Leri masih dalam perjalanan-, kalau saya udah gak kuat nahan dan takut bayinya tiba-tiba keluar. Akhirnya bidan melakukan pemeriksaan dalam dan ternyata betul saja, saya sudah masuk pembukaan 8! Saya ngomel-ngomel dalam hati, kebayang gak kalau saya harus nurut-nurut aja nunggu sampai jam 7 pagi? Haduuuh.

Saat itu pukul 03:30, Mas Suami masih di kereta dalam perjalanan Sleman - Bandung. Saya langsung tau kalau Mas Suami gak akan bisa mendampingi saya dalam proses persalinan. Tadinya saya gak masalah, selama ada Ibu. Eh, ternyata, Ibu yang daritadi mendampingi saya mulas, malah ikut-ikutan mulas dan ingin ke WC. Bidan juga bilang sama ibu, kalau memang takut gak kuat nemenin saya, lebih baik jangan dipaksakan, karena beberapa kali beliau menyaksikan pendamping yang malah pingsan karena gak kuat lihat darah. Jadilah, ibu keluar ruangan dengan meninggalkan pesan, "Gak apa-apa ya sendiri, ibu juga waktu melahirkan sendirian kok", saya langsung panik,"Nanti Anis megang tangan siapa dong?", bidan dan suster yang ada di ruangan tertawa dan menjawab,"kan di sini banyak orang, pegang tangan kita aja."

Masuk ke pembukaan 10, gelombang-gelombang cinta yang sering dikatakan orang, terasa semakin hebat. dr. Leri akhirnya datang, yang bikin saya menjadi lebih tenang. Beliau mulai memberikan intruksi kapan saya harus mengejan, kapan saya harus mengambil napas. Disela-sela proses, dr. Leri dan bidan berulang-ulang memuji dan menguatan kalau saya hebat dan tenang, mungkin itu termasuk salah satu SOP dalam melakukan persalinan, menguatkan calon ibu agar tidak menyerah di tengah-tengah persalinan. Gak seperti yang saya bayangkan, ketakutan-ketakutan saya hilang begitu dr. Leri meminta saya untuk mengejan. Dalam 3x proses ngejan dan tarik napas, akhirnya Baby Al keluar. Rasanya? Gak sakit sama sekali, justru lega rasanya. Setelah Baby Al keluar, saya sempat mendengar bidan bilang kalau jahitan saya cukup panjang. Ya sudahlah, saya gak masalah selama Baby Al sudah keluar dengan selamat, lagipula saat itu dibius lokal jadi saya gak merasakan sakit sama sekali.

Akhirnya setelah kurang lebih 30 menit proses persalinan, 12 Oktober 2019 pukul 04:03, tepat pada saat adzan subuh, Baby Al lahir. Bapak lagi di perjalanan ke masjid, karena gak menyangka saya akan melahirkan secepat itu. Untungnya, 10 menit kemudian Mas Suami datang yang kompak disoraki oleh dr. Leri, bidan, dan suster "Waduuuhh.. ini yang ketinggalan kereta". Alhamdulillah, meskipun Mas Suami gak bisa mendampingi proses persalinan, seenggaknya dia jadi laki-laki pertama yang memeluk Baby Al.

Finally.. Welcome to the World Baby Al! Ah ya, nama ini sudah kami (saya dan suami) siapkan dari jauh-jauh hari. Arsyila Kirania Afra. Arsyila diambil dari Bahasa Arab, memiliki arti jalan hidup yang tentram, merdeka bahagia, dan sempurna. Kirania memiliki 2 arti, dalam Bahasa Tamil artinya pemegang teguh prinsip, sedangkan dalam Bahasa Sansekerta artinya elok, bersinar, dan cantik. Keduanya memiliki arti yang menakjubkan menurut saya. Dan yang terakhir adalah Afra. Tadinya saya ingin menambahkan nama suami di belakang nama anak-anak kami, seperti ala-ala bule. Tapi, selain terlalu panjang, dipikir-pikir, rasanya lebih lucu kalau kita bikin nama keluarga sendiri, gak mengikut dari suami saja. Lalu muncullah nama ini, Afra, yaitu Anisa Firdausi RAmadhan. Gak disangka-sangka, ternyata Afra ini memiliki arti juga dalam Bahasa Afrika, artinya pemimpin yang mencintai kedamaian. Aamiin.


HHHH. Menulis kali ini bikin saya terngiang-ngiang dengan masa-masa itu. Kadang, meskipun ini sudah lewat 3 bulan, saya masih gak nyangka sudah menjadi seorang ibu. Setelah melewati proses itu, saya jadi bisa cerita gimana rasanya melahirkan. Sama seperti Annisa Aziza, saya juga menahan diri untuk menyebarkan vibe negatif tentang proses persalinan. Kalau ditanya sakit atau nggak? Hmmmm... saya lebih memilih untuk bilang kalau rasanya mulas saja, seperti ingin pup. Sejatinya, melahirkan adalah proses alamiah, tubuh kita memang dirancang untuk mampu melakukannya, dan ingat, kalau janin di dalam rahim kitapun turut berusaha mencari jalan keluar. Jadi, gak perlu takut untuk melahirkan yaaa!

Lalu, apakah drama seorang new mom sudah sampai disitu? Oh tentu tidak. Masih ada drama begadang, baby blues dan mengASIhi yang cukup banyak menguras air mata. Tapi tenang, semuanya sudah terlewati dan memang betul, bahwasanya segala sesuatu yang baru perlu waktu untuk adaptasi.

0 comments:

Post a Comment