Wednesday 16 November 2022

Bahagia dengan Hidup Biasa-Biasa Saja Ala Alain de Botton

Baru saja kemarin, perbincangan saya dengan Markonah, berkutat seputar perbedaan generasi kami dan gen Z. Saya bilang kalau kayaknya seru deh lahir sebagai gen Z, semua serba difasilitasi. Dan... sepertinya, mudah bagi mereka untuk menghasilkan uang di usia muda. Tapi, kemudian, timbul pertanyaan baru, apakah semuanya sejalan dengan perasaan bahagia yang mereka rasakan? Markonah sempat bercerita juga mengenai dosennya yang mengeluhkan murid-muridnya yang rasanya kok sulit sekali menggapai toefl 500, padahal untuk mencari ilmu di zaman sekarang itu sangatlah mudah, gak ada alasan untuk gak pintar, selain kamu memang malas. Akhirnya, obrolan ditutup dengan pernyataan bahwa di zaman yang serba mudah ini, justru ekspektasi semakin meningkat, sehingga rasanya sulit untuk menjadi biasa-biasa saja. 

Saya jadi teringat Alain de Botton, seorang filsuf modern, penulis, juga pembicara. Beliau pernah bilang kalau manusia sekarang rasanya sulit sekali untuk merasa bahagia. Bukan secara tiba-tiba semuanya terjadi. Menurutnya, ada 3 masalah utama yang menjadi penyebab semua itu terjadi, yaitu:

1. Hidup dalam Masyarakat yang Angkuh

Mencapai kebahagiaan dalam hidup seharusnya adalah suatu yang subjektif, tidak perlu dipengaruhi oleh penilaian orang lain. Tapi kini, kebanyakan dari kita memikirkan kehidupan yang sempurna agar dipandang baik oleh masyarakat. Alain de Botton menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena kebanyakan masyarakat sekarang menghakimi kita dalam sekejap, tanpa tau apa yang terjadi sebenarnya di hidup kita. Sekalinya kita tidak dapat memenuhi ekspektasi mereka, ada kemungkinan kita menjadi bahan omongan atau mungkin dikucilkan.

Poin ini juga didukung dengan maraknya penggunaan social media sebagai ajang pamer prestasi. Sebetulnya, kurang tepat sih kalau dibilang pamer, karena pamer atau tidak kan tergantung niatnya, saya sendiri gak bisa menilai niatnya. Kalaupun niatnya memang untuk pamer, sebenarnya gak masalah juga, karena itu hak yang punya akun kok. Permasalahannya adalah ketika kita menilai seseorang hanya berdasarkan apa yang ditampilkan di social media, padahal kita tau persis berapa banyak filter yang tersedia di aplikasi-aplikasi zaman sekarang.

2. Kurangnya Kasih Sayang

Penyebab lainnya yang menyebabkan sulitnya orang untuk berbahagia menurut Alain de Botton adalah kurangnya kasih sayang dari orang terdekat. Sewajarnya, keluarga sebagai support system terbesar, menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan seseorang. Tapi, kini yang terjadi sebaliknya. Banyak orang tua yang mengharapkan kebahagiaan dalam bentuk materi. Semakin banyak uang yang dimiliki, semakin besar pengakuan dan kasih sayang yang diberikan oleh mereka. Yang tadinya keluarga seharusnya menjadi tempat bersandar, kini malah menjadi pemberi beban.

Baca Juga : Ngobrol Serius : Tentang Fetisisme

Kebahagiaan bukan lagi tentang memberikan perhatian, bukan lagi tentang menghabiskan waktu bersama. Ya, mungkin menghabiskan waktu bersama, tapi di hotel mewah. Hehe. 

3. Meritokrasi

Meritokrasi sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial. Ideologi ini membuat semua orang termotivasi untuk menjadi sukses. Deretan buku laris ditempati oleh buku-buku self help. Ngerinya, buku-buku ini bagai pedang bermata dua. Contohlah sebuah buku yang berisi mengenai perjalanan si penulis untuk menjadi sukses, bahwa semua orang punya kesempatan untuk sukses, bahwa faktor pembentuk kesuksesan hanyalah tentang diri sendiri, seberapa keras kita berusaha. Orang yang berhasil itu merupakan hasil usaha keras, sementara orang gagal karena kurang berusaha untuk mencapainya. Padahal, kita semua tau, bahwa kesuksesan gak serta merta terjadi hanya karena faktor internal (diri sendiri), masih banyak hal lain yang berkontribusi dalam membentuk kesuksesan seseorang. 

Itulah 3 poin yang sering diungkit oleh Alain de Botton sebagai penyebab orang-orang sulit untuk merasa bahagia. Rasanya, orang-orang menolak untuk hidup biasa-biasa saja, padahal hidup biasa-biasa saja bukan suatu hal yang buruk. Bahkan faktanya, 99% dari kita memang akan menjalani hidup biasa saja, sedangkan 1% yang lain akan menjalani hidup yang luar biasa, seperti Bill Gates, Elon Musk, dan lainnya. Jangan salah! Memiliki hidup yang biasa saja itu baik, dan memiliki ambisi untuk menggapai hidup yang luar biasa juga baik. Yang menjadi keliru adalah ketika kita berambisi hanya demi dihargai dan dianggap hebat oleh orang lain.

Wealth consists not in having great possessions, but in having few wants.―Epictetus

Saya pernah merasa ingin menjadi yang 1% (sekarang juga masih sih hehe). Tapi, jika harus menukarnya dengan kedamaian dan ketenangan batin, gak dulu deh. Hehe. Lagipula, hidup biasa saja yang dikatakan oleh Alain de Botton, bukan hidup yang menyedihkan. Ada 2 cara hidup biasa-biasa saja ala Alain de Button. Yang pertama, ia menekankan arti kata cukup. Menurutnya, kita akan lebih banyak menghargai hidup ketika kita paham arti kata cukup. Yang kedua, yang saya bahas tadi, berambisilah atas kemauan sendiri, jangan hanya karena orang lain. Jangan sampai keliru, mengejar ambisi hanya untuk memuaskan orang lain. Tapi juga, jangan sampai mengartikan hidup biasa saja dengan hidup malas tanpa ambisi sama sekali ya! Itu jelas berbeda.

13 comments:

  1. hiduplah biasa biasa aja wkwkwk, terus semangat berkarya yah min

    ReplyDelete
  2. Mbakkkk makasih banyak sudah memberikan insight positif untukku. Aku yg suka menyenangkan org lain dan ketija tidak sesuai ekspektasi mereka. Aku malah ngedrop. Padahal aku g bahagia dan ketika mereka tidak suka dg caraku itu yg bikin aku makin tidak bahagia.

    Ya. Pela 2 harus belajar hidup sesuai diri kita sendiri. Mulai belajar bodo amat sama omongan orang yg menjatuhkan.

    ReplyDelete
  3. Terimakasih Artikel nya sangat bermanfaat Mengenai Bahagia dengan Hidup Biasa-Biasa Saja Ala Alain de Botton

    ReplyDelete
  4. Hidup biasa biasa saja itu nikmat banget. Tidak panjang angan angan jadi membuat pikiran jadi lebih sehat. hehe
    Apalagi kalo urusan komentar orang ke kita, sikapi dengan biasa dan cuek.

    Artikelnya sangat bagus kak... membuat ku jadi lebih rileks dan memahami apa arti CUKUP dan bersyukur lebih banyak

    ReplyDelete
  5. Terimakasih kak motivasi nya, Alhamdulillah memang sangat bener bahagia itu adalah SEDERHANA

    ReplyDelete
  6. Gagasan hidup sederhana dari Alain de Botton digabungkan dengan pola Stoik dari Marcus Aurelius bakal membuat hidup jadi lebih bahagia dan tentram

    ReplyDelete
  7. Menjadi biasa memang akan bikin kita lebih banyak menghargai hidup sehingga kita paham arti kata cukup.

    ReplyDelete
  8. Hidup biasa-biasa saja itu menyenangkan, dan terbebas dari perasaan terbebani dari perkataan orang lain..
    Terpenting kita gak melakukan sesuatu berdasarkan yang orang lain pinta, tapi atas kemauan diri sendiri..Sepertinya Alain d Botton juga teinspirasi dari Stoikisme

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget. Hidup biasa-biasa aja itu menyenangkan. Saya juga suka bagian, "berambisilah atas kemauan sendiri"

      Delete
  9. Wah, benar sekali ini Kak. Memang hidup biasa-biasa aja itu bukan hal yang buruk. Tapi kebanyakan kita memang selalu mencari pengakuan dari orang lain. Terima Kasih.

    ReplyDelete
  10. Inti dari kebahagiaan adalah qona'ah dengan merasa cukup atas pemberian Allah walaupun sedikit karena kaya yg hqq adalah kaya hati.

    ReplyDelete
  11. Setuju keduanya sih. Merasa cukup dan tidak menggunakan orang lain sebagai ukuran sukses

    ReplyDelete
  12. Yang nomor 1 sangat relevan nih. Kebanyakan kita mencoba meraih standar bahagia menurut penilaian orang lain, padahal ini nggak benar ya. Bahagia itu seharusnya sesuai apa yg menjadi penilaian kita sendiri

    ReplyDelete